Kita mungkin lebih mengenal BLORA dengan artian : Berani-LOyal-RAsional . Namun, tidak banyak yang paham darimana sesungguhnya nama Blora berasal.
Asal usul nama Blora dan artinya sampai sekarang belum jelas. Menurut cerita rakyat, kata "blora" berasal dari kata 'belor' yang artinya 'lumpur' atau 'tanbecekah '. Selanjutnya kata 'belor' berkembang menjadi 'beloran' atau 'mbeloran' yang juga berarti 'tanah berlumpur'. Dalam perkembangan selanjutnya, kata 'beloran' atau 'mbeloran' diucapkan dengan kata 'bloran' atau 'mbloran'. Kata tersebut biasanya dipergunakan untuk menyebut nama suatu tempat yang mempunyai spesifikasi atau ciri-ciri seperti berikut. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada desa di Kabupaten Blora yang namanya menunjukkan ke arah pengertian tersebut.
Tentang sejarah ini anda bisa membaca tulisan saya yang berjudul : Sejarah Kabupaten Blora
Asal usul nama Blora dan artinya sampai sekarang belum jelas. Menurut cerita rakyat, kata "blora" berasal dari kata 'belor' yang artinya 'lumpur' atau 'tanbecekah '. Selanjutnya kata 'belor' berkembang menjadi 'beloran' atau 'mbeloran' yang juga berarti 'tanah berlumpur'. Dalam perkembangan selanjutnya, kata 'beloran' atau 'mbeloran' diucapkan dengan kata 'bloran' atau 'mbloran'. Kata tersebut biasanya dipergunakan untuk menyebut nama suatu tempat yang mempunyai spesifikasi atau ciri-ciri seperti berikut. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada desa di Kabupaten Blora yang namanya menunjukkan ke arah pengertian tersebut.
Tentang sejarah ini anda bisa membaca tulisan saya yang berjudul : Sejarah Kabupaten Blora
Cerita lain menyebutkan bahwa nama 'Blora' berasal dari kata
'belo lara' (anak kuda sakit), yaitu seekor anak kuda tunggang yang
dihadiahkan oleh Asisten Residen Rembang kepada senopati Ngadi yang
telah berhasil memadamkan pemberontakan Naya Gimbal/ Naya Sentika
sehingga dia diangkat menjadi bupati karangjati yang semula hanya berupa
kawedanan. adapun ceritanya adalah sebagai berikut.
Tersebutlah di Kadipaten Bengir ada pemberontakan yang dipimpin oleh sisa-sisa laskar prajurit Diponegoro yang bernama Naya Sentika, yang oleh karena rambutnya panjang dan tidak terurus (gimbal), maka dia kemudian dikenal dengan sebutan 'Naya Gimbal'. sebagai cucu prajurit pribumi, sebagaimanahalnya para leluhurnya dalam jiwa Naya Gimbal sudah tertanam rasa nasionalisme yang tinggi. Dia sangat anti penjajah beserta antek-anteknya, termasuk para bupati maupun wedana yang membantu Belanda.
Tersebutlah di Kadipaten Bengir ada pemberontakan yang dipimpin oleh sisa-sisa laskar prajurit Diponegoro yang bernama Naya Sentika, yang oleh karena rambutnya panjang dan tidak terurus (gimbal), maka dia kemudian dikenal dengan sebutan 'Naya Gimbal'. sebagai cucu prajurit pribumi, sebagaimanahalnya para leluhurnya dalam jiwa Naya Gimbal sudah tertanam rasa nasionalisme yang tinggi. Dia sangat anti penjajah beserta antek-anteknya, termasuk para bupati maupun wedana yang membantu Belanda.
Naya Gimbal beserta prajuritnya menyerang Kadipaten Bengir yang
termasuk dalam afdeling Asisten Resident Rembang, Resident Jepara
Rembang. Sebagai pembantu pemerintahan Bengir, adalah tumenggung
(wedana) Karangjati bernama 'Ngadi', yang merupakan adik kandung Bupati
Bengir. Wedana Ngadi orangnya lumpuh, akan tetapi sanyat sekti.
Atas serangan prajurit Naya Gimbal, Kadipaten Bengir merasa
kewalahan, bahkan senapati perang Kadipaten Bengir yang bernama Begede
Jetis gugur dalam pertempuran terbebut. Pertempuran yang menewaskan
senapati Begede Jetis tersebut terjadi di sawah Balung Gembung, sebelah
selatan Mlangsen. Oleh para pengikutnya, jenasah Begede Jetis dimakamkan
di Desa Jetis.
Untuk memadamkan pemberontakan tersebut, akhirnya Bupati Bengir
mendapatkan petunjuk gaib (wangsit), bahwa yang dapat mengalahkan Naya
Gimbal adalah adiknya sendiri yang bernama Ngadi. Oleh karena itu,
Bupati Bangir lalu memberitahukan hal itu kepada adiknya. Ngadi pun lalu
maju ke medan perang dengan cata ditandu.
Wedana Ngadi mempunyai pusaka ampuh berupa tombak dapur 'Godong
Andong'. Dengan pengaruh kewibawaan pusakanya tersebut akhirnya dia
berhasil menghalau dan mengalahkan prajurit Naya Gimbal. Wedana Ngadi
mendapat petunjuk gaib (wangsit) untuk menguburkan jenasah senapati
sebelumnya, yaitu Begede Jetis di sebelah utara Jetis, di tempat yang
tananhnya tinggi (pojok). Oleh karena makamnya berada di tanah yang tinggi (pojok), akhirnya Begede Jetis juga mendaptkan sebutan 'Suman Pojok'.
Adapun Wedana Ngadi, oleh karena telah berjasa berhasil
memadamkan pemberontakan Naya Gimbal, atas ijin Asisten Residen Rembang
dia mendapatkan hadiah separoh wilayah Kadipaten bengir sigar semangka
(dibagi dua sama rata), bagian selatan, dan selakigus dia diangkat
menjadi Bupati. Pada saat pelantikannya sebagai bupati, Ngadi ingin
memberi nama kabupatennya, namun belum juga mendapatkan ide. Pada waktu
pelantikan tersebut, dari Asisten resident Rembang dia mendapatkan
hadiah berupa seekor kuda tunggang (kuda jeti) yang masih muda (belo) tersebut jatuh sakit (lara). Oleh karena itu, Ngadi lalu memberi nama wilayah kabupatennya dengan nama 'Blora', yang merupakan dari kata 'belo lara'.
Pemerintahan Bupati Ngadi sangat baik. Rakyat merasa nyaman
dan tenteram. Singkat cerita, Bupati Ngadi akhirnya meninggal dalam usia
lanjut. Sebelum mangkat beliau berpesan agar jika kelak meninggal agar
dimakamkan di arah utara, berbatasan dengan Kabupaten Bengir. Masyarakat
Blora menyebut makan Bupati Ngadi dengan sebutan 'Ngadi Purwa', berasal
dari kata 'Ngadi', yaitu nama bupati yang dimakamkan dan kata 'purwa'
yang berarti 'pemula'. Sebutan tersebut dimaksudkan untuk mengenang
Bupati Ngadi sebagai pemula berdirinya Kabupaten Blora.
[]Lovalia : Berbagai Sumber
[]Lovalia : Berbagai Sumber
Note : karena penulis adalah pemuda yang terlahir di era modern jauh sebelum kisah ini terjadi, maka mohon kiranya jika ada kesalahan/ kekurangan dalam penulisan ini pembaca bisa meluruskan dan mengoreksi secara bijak.
Memprihatinkan ketika untuk memberikan sebuah nama saja harus melalui doa dan keinginan luhur sehingga dipilih nama yang memiliki makna begitu dalam....namun kemuduan oleh generasi berikutnya tanpa meminta petunjuk pada pendahulunya, dengan enteng mengarang arti kata sehingga menjadi tidak bermakna.....makanya kondisi Bloraku sekarang....jauh sekali dari makna kata "Blora" itu sendiri.....sungguh saya berbelasungkawa
BalasHapusMari kita ambil andil memajukan blora 😚
Hapusijin share kak 🙏
BalasHapussilahkan, semoga bermanfaat
Hapus