Second Menu

Kamis, 12 Januari 2012

Memories Pendakian Semeru : " Untukmu yang tertinggal Pada Puncaknya"

  ,..............................................................................
Kami ingin menikmati akhir tahun ini bersama kabut tipis
yang turun menelusuri lembah kasih "Ranu Kumbolo",...
Menapaki "Tanjakan Cinta",...
dan merebahkan sejenak rasa lelah ini di hamparan luas "Oro-Oro Ombo",..
merenungi bekas aliran lahar di "Kalimati"
menyampaikan salam keagungan pada jurang-jurang di sekitar "Arcopodo"
hingga akhirnya kami berharap dapat menyapa surya di balik "Mahameru"
yang selalu bergemuruh,...
.....................................
Semeru
.......................................................................................
...........................................................................................
Aku tegaskan sekali lagi pada diriku sendiri dan teman-temanku, bahwa selama kaki-kaki kusutku ini masih mampu berjalan dan berjalan menapaki indahnya jalan setapak menuju gunung-gunung nan indah dan puncaknya yang agung, "Aku akan tetap mendaki gunung". Inilah yang aku tegaskan pada diriku sendiri ketika ada kesempatan untuk mendaki Gunung Semeru akhir tahun ini. Aku sudah mendaki bebrapa gunung dan hanya semeru saja yang belum, Selalu saja ada kendala ketika ada ajakan untuk mendaki semeru pada waktu-waktu yang lalu. Kini, setelah aku lulus SMA, aku tidak akan sia-siakan momen berharga ini untuk kembali mendaki gunung. Aku dedikasikan pendakian ini untuk Ummi dan Abiku tercinta yang telah menemani dan senantiasa mendoakan aku selama ini.
 Kebetulan aku baru saja berkenalan dengan teman dari salah satu perguruan tinggi yang berbeda denganku bernama Dimas dan Andri. Ternyata mereka ini akan naik ke Semeru dan menawari aku untuk ikut rombongannya. Dia setuju, dan ditetapkan tanggal 24-27 Desember kita akan menghabiskan akhir tahun ini di Gunung Semeru. Sekarang tugasku adalah menghubungi teman-teman yang lain. Dari tempatku menuntut ilmu aku mengajak Maulida temanku satu angkatan di Design Grafis Multimedia yang suka naik gunung. Kemudian ada Rafa, Dearly dan Maya, teman nge-band yang sama-sama menggilai gunung, dan kebetulan kami merencanakan untuk ber-reuni lagi setelah satu tahun lebih tidak mendaki bersama. Terakhir kami mendaki gunung Merapi.

Rombongan lain yang berencana untuk ikut dalam pendakian kali ini adalah rombongan dari Bojonegoro. Mereka terdiri dari Pras, Eka, Vita dan Abel.
 Salah satu jeep yang ada di Tumpang
Dalam perjalanan menuju Semeru (tepatnya menuju desa Tumpang) , kita saling bercerita satu sama lain, berbagi pengalaman, bercanda dan saling mengejek. Lumayan seru, menjalin keakraban sebelum berada di Gunung. Perjalanan dari Terminal Arjosari menuju Desa Tumpang kira-kira ditempuh dalam waktu satu setengah jam dengan kecepatan sedang. Di Desa Tumpang kita berencana untuk membeli logistik dan sekaligus membaginya supaya sama rata beban yang dibawa di carrier masing-masing. Di sini pulalah kami juga melengkapi administrasi kami berupa fotocopy KTP dan surat keterangan sehat. Ada dua teman kami tidak membawa identitas, sehingga terpaksa harus mencarikan fotocopy KTP pengganti untuk mereka berdua di toko fotocopy-an. akhirnya nemu yang pantes-lah untuk mereka. Fotocopy KTP kelahiran 1988 dan 1982. Sebenarnya ada yang kelahiran 1965 tapi aku koq ga tega. Hahahaha.
Tempat dimana kita fotocopy KTP dan Surat Sehat
 
Setelah semua sudah di Packing ulang, Logistik sudah dibagi. Kami bersiap menuju Ranupane dengan jeep.

Nampaknya kita harus berterimakasih kepada pemilik rumah yang kita singgahi di Tumpang. Rumah ini adalah rumah salah satu teman dari Mas Joko. Ibunya baik sekali memberikan kami minuman manis dan hangat serta beberapa buah. Kami juga menitipkan beberapa barang yang kami anggap tidak perlu untuk kami bawa. Kami juga tidak lupa mengucapkan terimakasih sekaligus mohon doa untuk keselamatan kami dalam pendakian gunung Semeru ini.

Sebenarnya bulan Desember bukanlah waktu yang baik untuk pendakian karena musim penghujan. Cuaca sering berubah tidak menentu. Seperti sore itu, sebenarnya mendung sudah menggelayuti kami, seakan memberikan sambutan hangat pada para pendaki Semeru akhir tahun. Akhirnya kami semua naik jeep dan bersiap berangkat ke Ranupane. Seperti yang telah diduga sebelumnya, hujan turun dengan saat derasnya sehingga kami harus menggunakan ponco, dan menutupi rombongan kami dengan terpal.

Perjalanan menuju Ranupane pun cukup mendebarkan karena selain hujan, kami harus melewati jalanan menanjak dengan aspal yang rusak. Belum lagi jika kami harus berpapasan dengan mobil lain, salah satu dari mobil harus mengalah untuk mempersilahkan mobil lain jalan terlebih dahulu. Ditambah samping kiri kanan jalan yang berupa jurang-jurang dalam, yang sebenarnya sangat indah jika kita bisa menikmatinya saat cuaca cerah. Berdoalah sebanyak-banyaknya saat kita naik Jeep. Itu aja pesen dari kami.

Perjalanan dari Desa Tumpang ke Ranupane kami tempuh dengan Jeep dalam suasana hujan yang deras dan jalan yang hancur. Kami tiba di Ranupane sekitar jam 6 sore, tepat memasuki waktu maghrib. Total perjalanan dari Tumpang kira-kira 2 jam. Ranupane adalah desa terakhir sekaligus sebagai check point terkahir sebelum kita melakukan pendakian ke gunung Semeru. Di sini pula kita harus mengurus perijinan untuk melakukan pendakian. Surat-surat yang dibutuhkan diantaranya adalah surat kesehatan dari dokter dan fotocopy KTP 2 lembar.

Sampai di Ranupane sekitar jam 6 sore, dengan cuaca masih tetap tidak bersahabat. Gerimis terus menemani kami malam itu, sehingga kami putuskan untuk tidak memulai pendakian pada malam itu. Kami menghabiskan malam di sebuah warung makan yang ada di sekitar Ranupane, Menyeruput kopi dan wedang jahe sambil menyantap kare ayam dengan nasi hangat.

Rutinitas para pendaki gunung tidaklah jauh dari bercanda-canda dan berkenalan dengan rombongan lain.  Kegiatan ini merupakan hal yang wajar ketika kita di gunung. Sambil menghangatkan tubuh di atas perapian yang ada di warung, kami berkenalan dengan rombongan lain juga bercerita tentang pengalaman pendakian masing-masing orang selama ini, Seru.

Hari menjelang malam dan kami semua sudah didera rasa kantuk yang luar biasa. Aku bahkan belum sempat istirahat karena sehari sebelum berangkat harus jaga koperasi pesantren. Kami putuskan untuk istirahat di sebuah pondokan dan beristirahat di sana, termasuk rombongan cewek. Sebagian mendirikan tenda di dalam pondokan. Aku menyarankan untuk selalu membawa sleeping bag dalam kegiatan alam bebas seperti ini. Malam ini kami menghabiskan malam dengan istirahat dan tidur dengan harapan dapat memulai pendakian esok hari dengan ceria.
Pos Pendakian Ranupane pagi hari.
Istirahat tadi malam aku anggap cukup. Perijinan telah kami selesaikan kemarin dan kini tinggal menyiapkan mental dan fisik untuk menggapai Mahameru. Setelah semua bangun dan sibuk dengan urusan pribadi masing-masing, kami mengemasi barang-barang dan sedikit berolahraga. Tidak lupa mengambil beberapa gambar dan kami pun siap untuk memulai pendakian ceria ini.

Kami adalah rombongan ke-sekian yang mendaki Semeru akhir tahun ini. Saat aku mengurus pendakian kemarin, aku menuliskan namaku di urutan ke -212,..woow, ( Kayak Wiro Sableng) berarti ada banyak orang di atas sana. Oleh karena itulah aku sebut pendakian ini sebagai pendakian ceria. Akhir tahun memang sering dijadikan ajang pendakian oleh para pecinta alam. Terutama di Semeru ini, selain untuk merayakan pergantian tahun, ada juga yang mendaki Semeru untuk mengenang kepergian legenda Semeru yang terkenal Soe Hok Gie. Kebetulan Gie meninggal tepat satu hari sebelum hari ulang tahunnya yaitu pada 26 Desember. Sehingga tidak mengherankan jika bulan Desember menjadi ajang pendakian gunung terutama di Semeru.
 Pemandangan di Desa Ranupane
Beristirahat di Pos pertama foto bareng orang tidak dikenal
Kami menikmati setiap langkah perjalanan kami. Kami adalah pecinta keindahan alam dan penikmat udara sejuk. Ada beberapa dari rombongan kami yang memang belum pernah sama sekali mendaki gunung,  terutama rombongan cewek ( aku juga cewek sich ). Sehingga kami harus sesekali beristirahat karena mereka tentu butuh penyesuaian. Menurutku jalan setapak menuju Ranu kumbolo cukup landai dan jarang ada tanjakan sehingga cukup memudahkan kami. Jarak tempuhnya memang panjang namun kami menikmati setiap langkah kaki kami. Kami menghabiskan waktu dengan bernyanyi dan bercanda satu sama lain. Jika satu orang merasakan lelah maka kami putuskan untuk istirahat.

Bagiku mencapai tempat tujuan bersama lebih menyenangkan daripada berlomba-lomba mencapai tujuan. Target kami hari ke-dua ini adalah sampai di Ranu Kumbolo sebelum hujan, dan menginap semalam di sana. Ranu kumbolo adalah sebuah danau yang konon katanya sangat indah, sehingga kami pikir rasanya sayang sekali jika melewatkannya begitu saja tanpa menginap di sana.

Setelah berjalan beberapa waktu dan sempat beristirahat di pos-pos kecil sejenak akhirnya kami sampai di Ranukumbolo yang sangat indah tersebut, Aku yang belum pernah ke sini pun takjub memandang danau biru yang masih tampak dari kejauhan ini. Bahkan teman-teman yang pernah ke sini pun,  juga tidak mengurangi sedikitpun kekagumannya terhadap "Ranu" yang satu ini. Total perjalanan kurang lebih 5 jam dengan istirahat.
Saat beristirahat di Pos ke-dua ada banyak mas-mas kece ahaha :p
Maho detected : Antara Rezha dan Bang Khilmi,..
Kami sampai di Ranu Kumbolo sekitar jam satu siang. Cuaca agak mendung dan berangin, tetapi tidak mengurangi kekaguman kami saat pertama kali menghirup hawa sejuk disekitar Ranu Kumbolo. Kami terpana akan keindahannya dan bahkan kami tidak ingat bahwa seharusnya kami harus segera mendirikan tenda karena cuaca mulai tidak bersahabat.
Pemandangan di sekitar Ranu Kumbolo.
Saya tidak tahu ini namanya apa,
tetapi kami melewati lembah ini sebelum mencapai tempat camp Ranu Kumbolo.
Tepat jam dua siang langit di pegunungan Semeru seakan menitikkan air mata menyambut kedatangan tamu-tamunya dari bebrbagai daerah. Hujan turun cukup lebat, dan apa yang kami takutkan terjadi. Rombongan belum mempersiapkan tenda. Akhirnya rombongan yang cowok mempersiapkan tenda yang ada dengan seadanya. Kesalahan kami ini harus kami bayar karena rupanya hanya satu tenda saja yang cukup bagus bisa menahan air hujan. Yang lain?? Payah,....!!
Kesalahan kami yang lain adalah, kami salah mengambil tempat untuk ground tenda. Kami mengambil tempat di kemiringan yang sudah jelas akan teraliri oleh air hujan dari atas. Lagipula kami juga tidak membuat parit, sehingga air pun dengan leluasa menelusup ke bawah tenda kami. Dan pada akhirnya merembes ke dalam tenda. Satu lagi kekacauan timbul karena kami asal memasukkan carrier ke dalam tenda sehingga tas-tas yang berisi logistik tidak tahu terkumpul di tenda sebelah mana. 
Menarik karena ternyata hujan turun sepanjang malam, hingga kami para cewek harus saling berangkulan dan terpaksa "curhat" satu sama lain untuk membunuh rasa bosan dan menahan hawa dingin. Satu yang menjadi pikiranku adalah, Bagaimanakah yang ada di pikiran kawan-kawanku??? ...Apakah mereka akan bertahan di malam yang dingin ini?? atau kecewa karena pendakian ini tidak seperti yang mereka bayangkan??...atau mereka akan berterimakasih karena mendapat pengalaman berharga, pengalaman nyaris terbunuh oleh hawa dingin Ranu Kumbolo??,..aku sendiri tidak tahu...
 Aku gembira saat aku tau semuanya baik-baik saja dan tidak menyesal akan pendakian ini. Namun satu yang mengkhawatirkan kami justru datang dari persediaan logistik kami yang tidak tahu entah di tenda sebelah mana. Kami kelaparan, sampai akhirnya kami menemukan tas-tas berisi logistik yang telah basah terguyur air hujan. Tak apalah yang penting bisa dimakan. Menu malam ini adalah mie goreng (lagi),..khas gunung,...hahahaha,..!!
Rombongan terpisah karena hujan. Kami melewati sore hingga malam dengan basah kuyup dan kedinginan. Kami menikmati Ranu Kumbolo diiringi dengan hujan. Semua rombongan cewek berada di tenda paling aman yang kita punya. Salah seorang temanku (  tak perlu sebut merk :D ) sekarat karena nekat berenang di Ranu Kumbolo sorenya. Aku sendiri menghabiskan malam dengan kawn-kawn wanita yang lain di satu tenda yang sempit. Entah kawan-kawan laik-laki bagaimana mengatur tendanya. Habislah malam ini kami selesaikan dengan tubuh yang menggigil kedinginan serta sedikit agak lapar.

Kami tidak dapat menikmati Ranu Kumbolo hari ini karena cuaca tidak bersahabat. Kami tidur dengan menahan hawa dingin dan rasa lapar. Tetapi rasa itu terbayar sudah ketika esok paginya fajar menyapa kami saat muncul dibelahan lembah kasih Ranu Kumbolo. Indah sekali teman.

Oleh-oleh dari Ranu Kumbolo :
Memandang jauh Ranu Kumbolo
Boyband KeyPunk,....!!hahahaha
Yoga di Ranu Kumbolo. Dengan instrukturnya Abel Justicia,...
 
 Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta
Setelah menikmati keindahan Ranu Kumbolo saat cuaca cerah, kami  berencana melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru. Target kita hari ini adalah mencapai Kalimati sebelum hujan turun. Lalu Summit mulai jam 12 malam dengan harapan sampai puncak jam 6 pagi. Kami kumpulkan semua logistik yang tersisa. 
Aku sendiri cukup semangat karena kami akan menggapai puncak tertinggi di Pulau Jawa ini. Jam dua siang kami putuskan untuk berangkat dari Ranu Kumbolo menuju Kalimati. Sebelumnya kami harus melewati sebuah tanjakan legendaris. Tanjakan cinta. Tanjakan yang sangat terkenal dikalangan pendaki gunung Semeru.
Tanjakan Cinta,...
Kami melewati tanjakan cinta untuk kemudian melewati Padang oro-oro Ombo. Karena musim hujan, oro-oro ombo sedang ditumbuhi bunga-bunga yang indah. Indah sekali. Perjalanan menuju kalimati juga tidak terlalu menanjak, kami hanya beristirahat 2 kali selebihnya terus berjalan dan berjalan menapaki hutan-hutan. Kami sampai di kalimati sore sekitar jam 5. Kurang lebih perjalanan memakan waktu 3 jam. Cukup cepat dari perkiraan awal 4 jam. Di Kalimati kami segera mendirikan tenda. Dan tepat karena beberapa saat setelah kami mendirikan tenda hujan mulai turun. Cuaca kembali sangat tidak bersahabat. Kami harap-harap cemas, apakah kami bisa mendaki puncak malam nanti, sementara cuaca sore ini hujan lebat dan sangat berkabut. Cuaca yang sangat membahayakan untuk pendakian. Apalagi untuk gunung sekelas Gunung Semeru yang sering memakan korban.
 Pos Pendakian Kalimati. Dengan kabut yang menyelimutinya.
 Sampai di camp Kalimati dan mendirikan tenda.

Indahnya padang oro-oro Ombo.

Benar kawan, karena hujan tidak semakin reda tetapi bertambah menjadi badai. Hujan semakin lebat dan anginpun semakin ribut. Kabut juga semakin tebal dan kami merasa bahwa hawa di Kalimati ini semakin dingin. Kami terus saling bercanda untuk membunuh waktu dan menantikan apakah hujan akan mereda nanti malam. Kami sempatkan untuk tidur dulu sebelum menyambut puncak nanti malam (Harapan kami). Untuk camp yang di Kalimati kami sudah cukup siap menanggulangi masalah hujan. Kami buat parit disekitar tenda kami sehingga air tidak melewati sela-sela bawah tenda kami. 
Oke, waktu menunjukkan jam 12 malam dan tidak ada tanda-tanda hujan akan mereda. Kami bingung akankah memilih tetap muncak atau tinggal di Kalimati sementara cuaca seperti ini. Aku kisahkan disini kawan, bahwa mungkin kata-kataku tidak mewakili apa yang terjadi saat itu. Cukup mengerikan. Aku sendiri sedikit tidak yakin dengan keputusan kami waktu itu. 
Kami semua di Kalimati ada sekitar 30 orang dari berbagai penjuru Indonesia. Ada yang sepakat untuk tetap tinggal di Kalimati daripada mati konyol di Puncak Mahameru, namun ada pula yang bersih kukuh untuk tetap menggapai puncak karena sedikit lagi kita sampai di puncak. Dan sayangnya rombongan kami adalah salah satu yang tetap bersih kukuh untuk menggapai Mahameru malam itu juga. 
Oke kita berangkat,...!! Dengan cuaca seperti ini kita putuskan untuk berangkat menuju Mahameru. Aku hitung kira-kira ada 25 orang yang sepakat untuk menuju Mahameru dengan cuaca seperti ini. (Aku katakan ini sudah termasuk badai). Jarak pandang kita hanya 2 meter dan hanya bisa terlihat dengan lampu sorot kepala. Senter-senter yang kita bawa berguna tetapi tidak signifikan. Kami semua berkumpul di lapangan sebelum akhirnya berangkat menuju Mahameru. (Dalam kondisi badai). Herannya, di antara rombongan kami tidak sedikit yang berjenis kelamin perempuan. Luar biasa anak-anak ini pikirku. Ini adalah pengalaman kesekian kalinya aku mendaki gunung dan diterjang badai. Wuiiih.
Kami atur strategi bahwa yang berada di depan adalah orang yang sudah pernah menuju puncak Mahameru dan memiliki lampu sorot di kepala. Jarak kami atur tidak boleh terlalu jauh. Kami gunakan pakaian setebal mungkin dan bagian paling luar adalah jas hujan. Aku sendiri menggunakan pakaian 5 lapis. (  Bayangkan betapa aku lebih bulat dari bakso tennis ) .Kami selang seling antara yang bawa senter dan yang tidak. Kesalahanku juga adalah aku tidak membawa senter sehingga aku benar-benar mengandalkan teman di depanku. 
Kami berjalan di jalan setapak melewati hutan terakhir sebelum perbatasan vegetasi dan punggungan pasir. Jalannnya sempit disertai hujan lebat sehingga kami seperti berjalan melewati air terjun dan sungai-sungai kecil. Berat kawan, tapi kami terus berharap hujan akan segera reda sementara kami terus berjalan. Kami istirahat sebentar di Arcopodo, ada beberapa camp yang sudah tidak ada orangnya, mungkin juga ikut naik ke puncak. Sejenak aku berpikir dan merasa heran tentang kondisi waktu itu. Mungkin karena banyaknya orang waktu itu sehingga aku tidak berpikir untuk kembali ke Kalimati. Hujan semakin lebat tetapi tekad kami juga semakin kuat. Kami harus sampai Mahameru pagi ini. Kami lanjutkan perjalanan menyusuri jurang-jurang disekitar Arcopodo, Gelap dan terpelest sedikit saja maka nyawa sudah pasti melayang. Kami saling berpegangan tangan dan saling memberi komando. Menegangkan tetapi juga meyenangkan. 
Cuaca badai seperti ini sangat tidak dianjurkan untuk melakukan pendakian, dan apabila orang Ranupane tahu kami nekad untuk mendaki Mahameru padahal sudah dilarang, pasti kita kena marah. Setelah berjalan sekian lama akhirnya kami sampai di perbatasan vegetasi  dan pasir punggungan Mahameru. Gelap dan jarak pandang masih 1 meter. Kami tidak bisa mengeluarkan kamera untuk dokumentasi karena hujan terlalu lebat. Kami putuskan untuk berjalan lagi lebih ke atas. Sekali lagi sambil berharap hujan akan reda dan kita bisa melihat Mahameru pada pagi harinya.
Namun harapan kami tidak terwujud kawan. Setelah berjalan beberapa waktu di punggungan pasir, kami melihat rombongan yang telah lebih dulu berangkat, turun lagi. Mereka memberi pesan kepada kita yang di bawah untuk segera turun karena cuaca sangat jelek dan tidak mungkin untuk dipaksakan. Jarak pandang sempit, cuaca berkabut disertai hujan deras sangat memungkinan untuk merubah orientasi arah kita, dan itu berarti resiko terjadinya "Sesuatu" juga semiakin besar. Mendengar peringatan ini rombongan mulai bingung, apakah melanjutkan perjalanan atau kembali turun. Kami sempat terdiam lama dan rapat sejenak di kemiringin hampir 60 derajat sambil diterjang badai. Kami tidak sadar jika kami melakukan kesalahan besar karena dengan berdiam diri itu berarti membiarkan tubuh kita terserang hipotermia. Suatu kondisi yang sangat kami takuti.
Akhirnya kami putuskan untuk segera bergerak supaya tidak kedinginan dan rombongan sepakat untuk turun kembali ke Kalimati. Perjalanan turun pun tidak semudah yang kami bayangkan karena tubuh ini sudah terlanjur sangat kedinginan. Aku sendiri sudah tidak bisa menggerakkan tangan-tanganku, Semua jari-jariku kaku dan yang ada dipiranku hanyalah, aku ingin segera turun ke Kalimati dan membuat perapian. Tanganku juga nyaris tidak bisa merasakan apa-apa (Kalau kalian bayangkan, jika digerakkan jusru terasa nyeri). 
Kami harus terpeleset dan jatuh bangun berulang kali menyusuri jalan setapak yang kami lalui pada waktu berangkat. Semua jalur sudah tertutup air seperti sungai yang mengalir. tubuh kawan-kawan kami juga mulai kaku kedinginan. Kami juga harus bersabar karena kawan-kawan mendahulukan perempuan untuk turun terlebih dahulu.
Aku beristighfar berkali-kali pada Allah mohon keselamatan dan ampunan atas semuanya selama ini. Aku terus berdoa supaya aku tidak kehilangan tangan karena frost bite (pikirku waktu itu). Aku terus berdoa dan berdoa, hingga hujan mulai berhenti dan aku melihat surya mulai memancarkan sinarnya. Sekitar jam 6 pagi tepat hujan baru mulai reda. Aku bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Allah SWT, pemegang sah kehidupan kami. Aku langsung membungkus tubuhku dengan sleeping bag. Aku tidur sejenak dan sampai matahari menampakkan sinarnya.
Aku baru sadar, bahwa tadi malam kami telah kehilangan jejak seorang teman. Aku menyesal menyadari baru saja melakukan tindakan yang sangat berani dan ceroboh. Kami tahu cuaca tidak mendukung tapi kami nekad untuk terus mendaki. Beruntung kami masih diberi keselamatan hidup oleh Allah Tuhan Semesta Alam. Kami bersyukur kami masih bisa pulang menemui teman-teman terbaik kami dan keluarga kami. Kami juga bersyukur mendapat pengalaman berharga menantang badai di puncak tertinggi Pulau Jawa. Tapi dia yang tertinggal di sana, menunggu kami atau mungkin TIM SARS menemukannya. Atau bahkan ... :'( ( aku tak berani menulis)
Kami bertekad akan kembali lagi suatu saat nanti, ke Puncak Mahameru,...
Demikianlah catatan perjalanan kami di Gunung Semeru. Meskipun sebuah memori buruk menuju puncak tapi kami tetap merasa senang karena banyak manfaat yang kami dapatkan di sini. Kami telah berjanji dalam hati akan kembali lagi ke sini ke Semeru gunung sejuta dewa. Kami ingin sekali mebgibarkan Merah Putih di puncak tertinggi tanah Jawa dengan segenggam edelweiss harapan di tangan. Sesekali menjadi orang tertinggi di Pulau Jawa. Memeluknya yang telah tiada. Terima kasih.

Lovalia

Ps : Dearly ketemu 8 jam setelah kami turun, kondisinya parah, hipotermia dan sekujur tubuhnya laksana es. 9 hari di rumah sakit dan, kalian tau apa yang terjadi ... :'( kalian tau ... kalian pasti tau ...
Kami semua menyayanginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar